Articles by "Opini"

Showing posts with label Opini. Show all posts

Meily Rahmi, sekretaris Pekat IB DPD kota Padang

SALAM hormat dan salam bijak. Saudara dan saudariku setanah air, yang mencintai NKRI sebagai harga mati. Harga tertinggi yang tidak akan di tawar-tawar lagi.

Sebentar lagi, akan di gelar pesta demokrasi Indonesia yang sangat kita tunggu-tunggu.
Bagaimana tidak? Perhelatan besar inilah yang akan merubah nasib Indonesia selama 5 tahun kedepan.

Semoga saja, perubahan kali ini kearah yang lebih baik. Sebagai mana yang kita harapkan bersama-sama.

Berbagai tunas-tunas baru muncul demi ikut dalam kompetisi kali ini. Tak hanya dari kalangan matang usia, namun juga dari kalangan milenial pengusung perubahan.

Tak hanya dari kalangan pengguna pakaian celana saja, namun juga dari kalangan pengguna rok. Laki- laki dan perempuan.

Tetapi mengapa sepintas lalu kita lihat, keinginan berkompetisi para Emak- Emak ini, makin kesini makin lemah terdengar?

Mulai banyak kita dengar dari mulut para Emak- Emak, lebih baik memikirkan mulut anak dari pada memikirkan mulut peserta pemilu.

Bukankah hasil pemilu nantinya akan menjadi tolak ukur keberhasilan negara nantinya? Dan keberhasilan negara berbanding lurus dengan kemampuan negara memberi makan anak- anak bangsa?
Kalau demikian, apa yang harus dilakukan para Emak- Emak jaman now ini?

Apakah ada hubungannya pandangan Emak- Emak jaman now ini dengan keberhasilan pesta demokrasi yang sebentar lagi akan di gelar?

Jawaban berbeda namun memiliki keterkaitan mendalam dari dua buah pertanyaan.

Emak - Emak jaman now, sebagai pembisik profeaional dari lelaki- lelakinya berperan sangat penting dalam keberhasilan pemilu ini.

Bagaimana tidak? Bukankah semboyan yang selama ini sering didengungkan itu adalah, Dibelakang lelaki yang hebat ada perempuan yang lebih hebat lagi?

Bukankah bisikan, dorongan dan sokongan Emak- Emak berperan penting dalam maju tidaknya pandangan seorang laki- laki?

Lalu apa yang harus di lakukan oleh Emak- Emak jaman now? 

Sebaiknya, Emak- Emak jaman now mulai membiasakan asupan politik sedikit demi sedikit.

Tak hanya berguna untuk bisikan- bisikan profesional kepada lelakinya. Namun juga sebagai bekal perpolitikan anak- anaknya dalam persiapan di kancah praktek perpolitikan bangsa.

Mulailah sekiranya kepada para ahli demokrasi, ahli politik ataupun ahli ketatanegaraan agar mulai melirik kepada para Emak- Emak demi kesuksesan pesta demokrasi yang akan segera kita gelar.

 Dan bukankah menurut pasal 65 UU No 12 Th 2003 tentang pemilu, setiap partai politik yang akan mengajukan calonnya, minimal harus menyertakan keterwakilan suara perempuan ( Emak- Emak) sedikitnya 30%?
Dan menurut UU No 22 Th 2007 tentang pemyelenggaraan pemilu mengatur agar penyelenggara pemilu memperhatikan keterwakilan perempuan minimal 30%?

Sebegitu pentingnya peran serta Emak- Emak dalam kepemiluan ini. Masihkah akan kita pertahankan pandangan bahwa Emak- Emak cukup sebagai pendidik anak saja. Hanya memikirkan apa yang akan di berikan ke pada mulut anak nya saja.

Saatnya para Emak- Emak jaman now untuk merubah mainset masing-masing, demi ketersediaan makanan di meja makan untuk putra- putrinya.

Saatnya Emak- Emak jaman now berpikir lebih baik, dan berubah demi NKRI yang lebih baik lagi.

Dengan cara ikut serta dalam perhelatan akbar ini, dan menyingkirkan paham "politik bukan untuk Emak- Emak".

Defri Antonius
Pengamat Politik

Tidak dapat dipungkiri, kiprah Irwan Basir di Kancah Politik Kota Padang semakin santer dan popularitas semakin meningkat.

Pasca pensiun dari ASN, Irwan Basir terlihat muncul di sejumlah acara-acara kemasyarakatan di Kota Padang.

Namun jika ditelusuri, Irwan Basir diprediksi bakal sama dengan pamong senior yang pernah menjadi Calon Walikota Padang sebelumnya.

Pada pemilihan periode  sebelumnya, Emzalmi (mantan sekda dan mantan wakil walikota) yang lebih menguasai  Kota Padang, tidak berhasil mewujudkan untuk jadi kepala daerah di Kota Padang.

Padahal sebagai pamong senior, Emzalmi telah memiliki kedekatan dengan ASN di Kota Padang sebagai pendukung utama.

Apalagi, Irwan Basir hanya seorang mantan ASN di Pemprov Sumbar dan tidak ada korelasi dengan ASN di Kota Padang.

Diusia yang sudah pada masa pensiun, sebaiknya Irwan Basir memantapkan diri untuk berkenan menjadi pendamping Hendri Septa.

Sebab dari sisi usia bagaimanapun, Hendri Septa  masih energik untuk melakukan aktifitas politiknya dari Irwan Basir.

Selain itu sampai saat ini Irwan Basir belum memiliki dukungan yang pasti dari partai politik dan ini merupakan beban yang sangat berat.

Sebab untuk dapat maju jadi calon walikota, Irwan Basir diprediksi harus mendekati 4-5 partai politik.

Sementara itu, jika memantapkan pilihan maju jadi wakil walikota bersama Hendri Septa, Irwan Basir tentunya hanya disyaratkan untuk mendekati satu partai politik.

Selain itu jika berpasangan dengan Hendri Septa peluang untuk memenangkan pilkada serentak di Kota Padang sangat terbuka.

 

Nal Koto
Pimpinan Media

Inilah perilaku oknum para pejabat publik bermental angkuh dan sombong. Dalam pikiran mereka, semua persoalan bisa diselesaikan dengan uang. 

Ironi hidup di negeri antah barantah, membuat pemangku kekuasaan atau pejabat publik, semakin gila memgumpulkan pundi kekayaan. Kehidupan masyarakat kecil tergilas dan terkucilkan. 

Seperti contoh, saat masyarakat ingin bertanya terkait pekerjaan yang mereka kerjakan. Bukanya menjawab, malah dengan enteng mereka mengajak dan menawarkan untuk minum kopi atau makan-makan di warung, atau mereka mmemilih bungkam saja.
 
Timbul pertanyaan, mengapa mereka tidak mau atau eggan menjawab. Padahal sebagai pejabat publik yang kehidupannya, mulai dari pakaian dalam sampai isi perutnya, dibiayai oleh negeri antah berantah ini. 

Apakah mereka tak berpikir, uang gaji yang mereka terima itu diambil dari tetes peluh masyarakat yang dikumpulkan dalam bentuk pajak ?

Dengan harapan, melalui sumber daya manusia yang mereka miliki, pembangunan dan pekerjaan yang mereka laksanakan bisa terlaksana dengan baik.

Bukanya berpikir, malahan dengan congkaknya, mereka bisa tertawa dan berupaya mengumpulkan kekayaan dengan cara membagi-bagi proyek untuk kepentingan diri dan kroni-kroninya sendiri.

Jika adapun lelang proyek, itu hanyalah lips service saja, hanya sebagai syarat untuk diketahui umum. Seolah suci tak ternoda, mereka berpura pura meminta seluruh kelengkapan dokumen untuk persyaratan sebagai peserta lelang.

Padahal, mereka telah tahu siapa yang menang dan akan dimenangkan pada lelang proyek tersebut.

Dan tentu ini berbalik pada sosok kepemimpinan. Apabila pemimpinya kotor, sudah pasti bawahanya bakal kotor dan menjadi manusia penjilat untuk menyenangkan majikan.

Memang ada juga yang baik, dan takut akan laknat Allah. Seperti takut anak atau isteri sakit-sakitan terus, jatuh dari ketinggian, stroke, dan lain lainya. Ini merupakan sebagai bentuk peringatan, agar mereka sadar.

Nah, kategori pejabat ini, biasanya dilingkungan kerja yang kotor, mereka akan dikucilkan, bahkan tidak diberi jabatan.

Pertanyaanya, bisakah budaya pejabat bermental korupsi, kolusi dan nepotisme ini hilang ?

Jawabanya bisa, jika saja aparat hukum sadar dan mau bekerjasama dengan rakyat membasmi tikus-tikus berdasi ini. N3
Label: 


Oleh Nur Fitriyah Asri

Penulis Opini Bela Islam Akademi Menulis Kreatif

"Orang tuamu Tiket Surgamu." Rasulullah saw. bersabda, "Kedua orang tua itu pintu surga yang paling tengah. Kalau kalian mau memasukinya, jagalah orang tua kalian. Kalau kalian enggan memasukinya, silakan menyia-nyiakan mereka." (HR. At-Turmudzi)

Mengacu pada hadis di atas, sebagai seorang anak seharusnya menyadari akan kewajibannya berbakti kepada orang tuanya. Terlebih lagi jika kondisi orang tua sudah berusia lanjut dan sakit-sakitan. Namun, saat ini banyak kejadian seorang anak mengabaikan peran mulia tersebut karena merasa terbebani. Sayangnya, tanpa mereka sadari sungguh telah menabrak hukum syarak.

Merinding melihat fenomena yang mengoyak hati nurani. Banyak kejadian di luar nalar sehat, betapa tidak! Seorang anak tega membunuh ibunya karena warisan, ada anak yang membuang ayahnya hingga meninggal. Kisah viral seorang ibu bernama Aisyah (87 tahun) diminta anaknya beli barang lalu ditinggal, sang putri tak kunjung datang menjemput, tidak tahunya sengaja membuang ibunya. Bahkan, dalam sistem kapitalis sekuler banyak yang ibunya dijadikan pembantu diperlakukan sebagai budak (tidak dibayar).

Belum lama ini ada kejadian yang memilukan sekaligus membuat marah netizen. Viral, surat pernyataan tiga orang anak menyerahkan ibunya bernama Trimah ke panti jompo. Pada tanggal (31/10/2021), Trimah (65 tahun) warga Magelang, Jawa Tengah, diserahkan ke Panti Jompo Griya Lansia Husnul Khatimah, Malang Jawa Timur, dengan alasan sibuk dan tidak mampu membiayai. (Viva.co.id, 31/10/2021)

Nenek Trimah mengaku mempunyai tiga anak, dua anak perempuan dan satu laki-laki. Suami anaknya sebagai tukang ojek dan satunya sopir. Sedangkan anak laki-lakinya bekerja sebagai sopir di Jakarta dan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi Covid-19.

Akar Masalahnya Kapitalis Sekuler

Semua kejadian tersebut di atas berlatar belakang ekonomi, akibat diterapkannya kapitalis sekuler, yakni sistem yang mendewakan materi dan menafikan agama. Ekonomi hanya dikuasai oleh pemilik modal (kapital) yakni konglomerat, korporat (perusahaan) baik swasta, asing maupun aseng.

Inilah penyebabnya, sehingga tidak ada keadilan ekonomi.


Dalam sistem kapitalis berlaku hukum rimba siapa yang kuat dia yang menang.

Akibatnya, terjadi kesenjangan ekonomi yang kaya bertambah kaya dan yang miskin semakin miskin. Siapapun tidak memungkiri bahwa materi atau uang merupakan faktor utama yang diburu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun, bagi ekonomi lemah untuk memenuhi kebutuhan hidup saja sulitnya setengah mati.

Adapun kekayaan alam yang seharusnya dikelola oleh negara untuk menjamin kesejahteraan rakyat, malah justru diprivatisasi. Akibatnya melahirkan kemiskinan sistemik. Sudah begitu, negara lepas tanggung jawab tidak mengayomi dan menjamin kebutuhan rakyatnya. Rakyat dipaksa untuk berusaha dan bertahan hidup sendiri. Tentu saja hal ini membuat beban hidup menjadi berat. Ini disebabkan karena biaya hidup yang sangat tinggi, harga kebutuhan pokok terus merangkak naik.

Di sisi lain daya beli masyarakat rendah dikarenakan sulitnya mencari pekerjaan, bahkan banyaknya PHK. Sementara kebutuhan asasi publik seperti pendidikan dan kesehatan berbayar sangat mahal. Hingga ada filosofi orang miskin tidak boleh pintar dan orang miskin tidak boleh sakit. Belum lagi beban pajak dan kebutuhan yang lainnya.

Sulitnya tekanan hidup dan himpitan kemiskinan inilah yang melahirkan karakter egois pada seseorang yaitu mementingkan diri sendiri. Hal ini wajar, karena semua dihitung dengan kalkulator akal manusia yang terbatas, sayangnya minus agama sehingga yang ada hanya rasa khawatir tidak cukup memenuhi kebutuhan keluarganya. Apalagi harus berbagi pada orang tua atau orang lain. Hilanglah rasa empati, dampaknya terbentuk karakter individualis dan egois.

Sementara itu, negara berasaskan sekularisme yakni paham yang memisahkan agama dri kehidupan menjadikan rakyat lemah dalam pemahaman nilai agama. Wajar, jika seorang anak kehilangan rasa hormat kepada kedua orang tuanya. Bahkan, menjadi anak durhaka pun bukan menjadi hal yang ditakuti. Sebab, imannya sudah terkikis oleh paham sekularisme yang menafikan agama. Tolok ukur perbuatannya bukan halal dan haram, melainkan berdasarkan materi dan asas manfaat. Alhasil, sistem kapitalis hanya memproduksi kemiskinan massal dan mencetak anak egois serta durhaka. Karena tiadanya pemahaman tentang memuliakan orang tua dan kerasnya tekanan hidup. Sistem yang rusak dan merusak saatnya dibuang dan diganti dengan sistem Islam yaitu khilafah.

Khilafah Solusinya

Sangat berbeda jika diatur dengan sistem Islam (khilafah) yakni sistem shahih yang berasal dari Zat Yang Maha Adil pasti akan memberikan keadilan. Dalam khilafah dapat dipastikan bahwa semua hukum syarak diterapkan, termasuk kewajiban berbakti kepada orang tua. Rasulullah saw. bersabda, "Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh tethina." Ada yang bertanya, "Siapa ya Rasulullah?" Beliau bersabda, "Sungguh hina seseorang yang mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk surga." (HR. Muslim)

Islam telah menunjukkan jalan yang haq dalam menggapai rida Allah Swt. yaitu birrul walidain atau berbakti kepada orang tua. Dalam Islam merupakan amalan yang sangat penting setelah perintah mentauhidkan Allah, kemudian perintah berbakti kepada orang tuanya.

Islam telah mengatur dan mewajibkan kepada anak laki-laki baligh dan mampu bekerja untuk mengurus kedua orang tuanya dengan layak. Sebab, orang tua yang lanjut usia tidak diwajibkan mencari nafkah. Oleh sebab itu, negara menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi pencari nafkah. 

Salah satu cara khalifah menyediakan lapangan pekerjaan adalah dengan mengelola semua kekayaan alam yang ada. Dalam hal ini syariat melarang pengelolaannya diserahkan swasta apalagi pada asing dan aseng, hukumnya haram.

Dengan demikian, pengelolaan alam akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya yang jumlahnya banyak untuk para ahli dan pencari kerja. Alhasil, para pencari nafkah akan bisa bekerja, sehingga kebutuhan pangan, sandang, papan dapat terpenuhi. Demikian juga orang-orang yang di bawah tanggung jawabnya.

Adapun kebutuhan asasi publik seperti kesehatan, pendidikan, keamanan menjadi tanggung jawab negara secara mutlak. Oleh sebab itu, semua warga negara baik muslim maupun nonmuslim, kaya atau miskin berhak mendapatkan pelayanan yang sama dengan biaya terjangkau bahkan gratis. Oleh karena itu, tidak sulit memenuhi kebutuhan para lansia dalam khilafah. 

Dalam khilafah tidak ada panti jompo. Sebab, mewajibkan pendidikan Islam mendidik generasi untuk birrul walidain dan memuliakan orang tua. Semua itu perintah syarak mewajibkan berbuat baik kepada orang tua.  Islam melarang bersuara keras 'ah', apalagi sampai menitipkan di Panti Jompo, bahkan membuangnya. Sebagaimana firman Allah Swt.:

اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik." (QS. al-Isra' [17]: 23)

Begitulah keagungan dan kemuliaan khilafah. Bagaimana negara menunjukkan tanggung jawabnya kepada rakyat dan cara meriayah terhadap orang tua. Semua itu hanya ada dalam sistem Islam, yakni khilafah yang sebentar lagi akan tegak kembali.

Wallahu a'lam bish shawab


 Oleh  Ummu Adi
Aktivis Dakwah

Baru-baru ini telah terbit edaran tentang Pemasangan Spanduk Ucapan Natal dan Tahun Baru oleh Kanwil Kemenag Sulawesi Selatan. Sudah ada permintaan agar Kanwil Kemenag Sulsel mencabut surat edaran tersebut, namun hal itu tidak dilakukan. Ini  dibenarkan oleh Staf Khusus Menteri Agama (Stafsus Menag) Bidang Toleransi, Terorisme, Radikalisme, dan Pesantren, Nuruzzaman.

(republika.co.id, 18/12/2021)

Meskipun edaran spanduk ucapan Natal bagi semua jajaran Kemenag Sulsel menuai protes masyarakat, namun dianggap harus tetap  dilanjutkan untuk menegaskan sikap pemerintah terhadap isu ucapan Natal. Bahkan MUI dan Parpol Islam pun tampak mendukung kebijakan ini dengan menyatakan tidak ada larangan tegas dari syariat untuk mengucapkan  selamat Natal kepada pemeluk agama Nasrani.

Pertanyaan dan pernyataan  tentang boleh tidaknya mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani ini selalu menjadi topik menarik untuk diperbincangkan. Menyikapi hal tersebut, Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKS Bukhori Yusuf menyampaikan bahwa tidak ada paksaan bagi pihak yang mau mengucapkan ataupun tidak mengucapkan.

Hal ini disampaikan setelah Anggota Komisi Agama DPR itu menjelaskan definisi moderasi beragama dan moderasi agama. Moderasi agama berakibat pada berubahnya syariat, ajaran atau keyakinan agama, sedang moderasi beragama adalah sikap moderat dalam berperilaku agama," terang Bukhori melalui keterangan tertulis yang diterima fajar.co.id, Minggu (19/12/2021).

Sekilas tentang Moderasi

Kata Moderasi berasal dari bahasa Latin "moderatio" yang berarti ke-sedang-an. Maksud sedang "sedang" di sini adalah tidak berlebihan dan tidak kekurangan. 

Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) arti kata "moderasi" adalah pengurangan kekerasan. Arti lainnya adalah penghindaran  keekstreman.

Bila dirangkai dengan  "beragama", maka makna "moderasi beragama" adalah sikap tidak berlebihan dan tidak kekurangan. Tidak terlalu keras atau terlalu lembut. Dengan kata lain sedang-sedang saja atau mengambil jalan tengah. 

Sehingga menyakini agamanya sendiri yang paling benar adalah sebuah kesalahan. Dalam moderasi beragama harus menonjolkan  sikap saling menghargai terhadap agama lain, menyakini ide pluralisme dan menjunjung tinggi toleransi. 

Moderasi Bukan dari Islam

Istilah moderasi yang berarti juga jalan tengah, sebenarnya sudah muncul sejak lama, tepatnya pada saat kaisar dan raja-raja di Eropa dan Rusia menjadikan agama sebagai alat untuk memeras, menganiaya dan  mengisap darah rakyat.

Maka timbullah pergolakan sengit yang kemudian membawa kebangkitan bagi para filosof dan cendekiawan. Sebagian mereka mengingkari adanya agama secara mutlak, sedang sebagian yang lain mengakui agama tapi menyerukan agar dipisahkan dari kehidupan dunia. Ide ini dianggap sebagai kompromi (jalan tengah) antara pemuka agama yang menghendaki segala sesuatunya harus tunduk kepada mereka dengan mengatasnamakan agama dengan para filosof dan cendekiawan yang mengingkari adanya agama  dan dominasi para pemuka agama.

(Taqiyyudin an-Nabhani, Nizham Al-Islam, bab Qiyadah Fikriyah)

Ide ini kembali mencuat saat terjadi insiden meledaknya Gedung WTC 11 September 2001. Kejadian ini menjadi jalan masuk bagi AS untuk mengampanyekan perang terhadap teroris yang ditujukan kepada Islam. Istilah  Islam moderat mulai diperkenalkan guna  mengadang Islam yang terindikasi radikal dan ekstrem.

Dari sini bisa dipahami bahwa "moderasi" atau jalan tengah bukanlah lahir dari akidah Islam, namun lebih sebagai reaksi dari kalangan intelektual Barat yang memberontak keterlibatan agama dalam kehidupan.

Atas nama keadilan dan perdamaian dunia, para pengusung moderasi ini kemudian menyerang ajaran-ajaran Islam yang dianggap tidak sejalan dengan napas "jalan tengah." Sehingga menuding seorang muslim yang memperjuangkan penerapan Islam kaffah sebagai muslim radikal,  ekstrem, dan intoleran.

Islam Agama Sempurna

Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 5:]

اليوم أكملت لكم دينكم واتممت عليهم نعمتي ورضيت لكم الاسلام دينا

"Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku  ridai Islam sebagai agamamu."

Seorang muslim mestilah terikat dengan syahadat yang telah diucapkan dan menyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang diridai oleh Allah. Sehingga tidak layak mensejajarkan agama Islam dengan agama lainnya.

Ide pluralisme yang digaungkan oleh kaum moderat menepis hal itu dengan dalih intoleran. Dan itu tidak berkesesuaian dengan tujuan moderasi beragama yang ingin menampilkan kesan damai, ramah, dan menjunjung sikap toleransi.

Islam sendiri tidak menampik adanya keragaman dalam beragama karena memang tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 256

لا اكراه فى الدين

قدتبين الرشدمن ألغي

"Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat."

Namun sekali lagi, syahadat yang telah diucapkan merupakan identitas dari seorang muslim yang mengandung konsekuensi ketaatan pada Allah. Dalam hal akidah dan ibadah tidak diperkenankan bagi seorang Muslim mengikuti atau bahkan merayakan hari besar umat dari akidah lain. Termasuk di sini adalah mengucapkan selamat Natal kepada kaum Nasrani ataupun hari besar lainnya, apalagi ikut merayakan.

Rasulullaah saw. bersabda, yang artinya:

"Sesungguhnya setiap kaum mempunyai hari raya dan ini (Idul Adha dan Idul Fitri) adalah hari raya kita."

(HR. Al-Bukhari dan muslim)

Sikap Seorang Muslim

Mewaspadai upaya-upaya orang kafir untuk menjauhkan umat dari ajaran Islam yang sahih harus ditumbuhkan, walaupun secara zahir isu toleransi yang dikemas apik dengan istilah "moderasi beragama" tampak indah dipandang dan enak didengar.

Karena sejatinya ide tersebut justru akan menggerus akidah umat dan bisa menghantarkan pada kemurtadan. Na'uzubillah.

Patutlah kita renungkan seruan Allah Swt. dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 120:

"Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)."

Wallaahu a'lam bishshawab.


By. Estu Purwaningdyah
(IRT)

Menikah adalah sebuah ibadah terlama, maka kesabaran, keihklasan dan saling menghargai pasangan adalah bumbu yang harus di racik setiap waktu, dibenahi dan dievaluasi sehingga ibadah ini menjadi ibadah terlama, namun terasa ringan dan menyenangkan dalam menjalaninya.

Rasulullah Saw telah membawa ajaran agama Islam yang membuat hati kita sejuk, damai dan aman, serta sebagai pedoman hidup yang akan membawa kita ke jannah-Nya

Gambaran surga di dalam Al qur'an itu diciptakan sebagai tempat yang indah, luas, nyaman dan penuh kedamaian.

Namun, berbeda dengan keadaan di dunia. Kita di dunia yang tentunya sebagai ladang juang kita

banyak sekali menemui kerikil-kerikil tajam berupa masalah sebagai ujian, cobaan, pengingat bagi orang-orang yang berfikir. 

Bahkan, sebagian besar sudah dikatakan sebagai azab atau celaan.

Prahara pernikahan melanda bukan bagi pasangan muda saja tetapi juga bagi pasangan yang sudah lama terikat ikatan suci pernikahan. 

Ketidak harmonisan perjanjian akad nikah di sebabkan oleh persoalan- persoalan di depan mata kita mulai dari hal-hal yang sepele sampai masalah ekonomi, godaan pelakor-pebinor dan lain-lainnya yang menyebabkan hilangnya makna pernikahan. Bahkan pasangan hidup kita tidak bisa menjadi tempat sandaran yang nyaman tapi justru menjadi sasaran kebencian kita.

Masalah tersebut memunculkan pendapat yang terkesan menghakimi kita ketika berhadapan dengan situasi  tersebut.

Sebagian menyalahkan dan menuntut istri, karena wanita itu harus patuh dan taat pada suami.

Baru-baru ini ada contoh kejadian rumah tangga  

dimana seorang istri yang tidak dinafkahi oleh suaminya, pada saat suaminya pulang dalam keadaan mabuk, sang istri memukul suaminya dan ternyata sang istri di laporkan dan di tahan dengan tuduhan KDRT.

Hal tersebut membenarkan klaim bahwa ketaatan pada suami itu mutlak meskipun suaminya bermaksiat, dan semua ini tidak sesuai dengan pandangan syari'ah.

Ini bermula karena adanya neraka di dalam rumah tangga.

Naudzubillahi mindzalik.

Kita sebagai pasangan suami-istri, khususnya seorang istri sulit sekali untuk mewujudkan pernikahan yang sakinah mawadah warohmah .

Sesuai dengan surat

 Ar Rum  Ayat 21

Allah berfirman ; 

وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ

"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir".

Hakekatnya cobaan yang datang setelah pernikahan itu adalah ujian yang harus dihadapi dengan kematangan sikap dan kematangan berpikir, idealnya dengan selalu berpikiran positif, terbuka dan membangun prasangka baik kepada Allah dan terhadap pasangan.

Rasulullah bersabda bahwa ;

"Tidak satu duri pun tertancap pada diri manusia kecuali telah gugur dosa dosanya."

Insyaa Allah, yang terjadi pada diri kita adalah sebuah kebaikan.

*Islam Mengatur Pernikahan .*

Islam datang membawa petunjuk dan rambu-rambu kepada umat dengan rasulullah sebagai contoh tauladan yang terbaik.

Dikisahkan oleh seorang sahabat sekaligus anak angkat rasulullah yakni Zaid bin Haritsah bahwa, ketika hidup bersama rasulullah selama 15 tahun tidak pernah terjadi bentakan, kehebohan, kegaduhan di rumahnya rasulullah.

Islam merupakan petunjuk yang shohih, yang darinya lahir sebuah aturan dan petunjuk bagi manusia. Maka penerapan Alquran dan hadist akan

membentuk aturan yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Sehingga, tidak terjadi benturan atau ketidak seimbangan.

Karena sesungguhnya, ketidak harmonisan itu muncul ketika kita mengabaikan Islam sebagai aturan yang menyeluruh, yang mengatur aspek kehidupan tak terkecuali soal pernikahan.

Kunci pernikahan ada pada bagaimana melihat pasangan kita sebagai pasangan yang tak pernah menjemukan, caranya:

1. Jangan bosan menyelami kembali tujuan pernikahan yaitu ridho Allah Ta' ala

2. Bersabar, karena pernikahan itu Ta'aruf yang sebenarnya.

3. Jika terjadi perselisihan memuncak dan tidak bisa di selesaikan maka bisa dilakukan mediasi dengan mendatangkan juru damai yang terpercaya.

4. Ta'dib suami pada istri yang nusuz.

5. Introspeksi diri dan jangan saling menyalahkan.

6. Jalin komunikasi yang baik.

Suasana pernikahan yang kita jalani memang terkadang sejuk dan sesekali kering, dan ada kalanya datar atau flat, sebab menyatukan dua karakter itu tidak mudah.

Tips agar keduanya bisa bersatu adalah dengan menyepakati visi dan misi pernikahan yang sama, bagi yang belum menikah.

Bagi yang sudah terlanjur menikah, hendaknya bersama suami membangun komitmen ulang dari pernikahan, yakni untuk menggapai surgaNya Allah.

Yaitu, dengan menunaikan hak dan melakukan kewajiban dalam pernikahan, di situlah akan terjadi ta'awun atau saling tolong menolong sejati.

Cara dan aturan itulah yang akan menghasilkan pernikahan sakinah, mawaddah wa rahma sehingga terasa ada surga di rumah kita.

Wallahu a'lam bishowab.


Oleh Eva Rahmawati 
Aktivis Muslimah

Pertama dalam sejarah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji formil Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Akan tetapi, hasil putusan perkara nomor: 91/PUU-XVIII/2020 Undang-undang tersebut menuai kritikan. (CNNIndonesia.com, 27/11/21).

Amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa UU 11/20 bertentangan dengan UUD 1945. Akan tetapi, MK memberi pemakluman inkonstitusionalitas bersyarat. Dengan memberikan tenggat waktu 2 tahun untuk pemerintah dan DPR memperbaiki pembuatan UU Ciptaker. Maka, jika dalam kurun waktu 2 tahun tidak diperbaiki, maka UU Ciptaker menjadi inkonstitusi permanen.

Sejumlah pihak berpendapat bahwa keputusan tersebut janggal, aneh, dan terkesan dipaksakan. Bagaimana mungkin UU yang inkonstitusional, pasal demi pasalnya masih berlaku? Lazimnya ketika UU disebut inkonstitusional (bertentangan dengan UUD 1945) harus ditolak?

Cacat dan Ditolak dari Awal Pembuatan

Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf menilai UU Ciptaker cacat prosedur karena dalam proses penyusunan dilakukan secara tertutup, tidak transparan, serta tidak memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat sipil. 

Ia juga menyatakan, secara substansi UU Ciptaker memiliki banyak pasal yang bermasalah. Salah satunya adalah terdapat pasal-pasal yang menghidupkan kembali aturan yang telah dibatalkan oleh MK. (Kompas.com, 5/10/20).

Hal ini berdampak pada penolakan dari berbagai kalangan baik mahasiswa, buruh dan aktivis pergerakan. Mengingat pasal demi pasalnya lebih berpihak pada korporasi. Hak-hak rakyat diabaikan. 

Dari awal UU ini disahkan DPR pada 5 Oktober 2020 hingga kini aksi demonstrasi menolak UU tersebut masih terus digelorakan. Tidak hanya di Jakarta, aksi demonstrasi merata berlangsung di tanah air. 

Sarat Kepentingan

Gelombang penolakan yang terus bergulir terhadap UU Ciptaker bukan tanpa alasan. Jika dicermati UU Ciptaker ngotot disahkan  diduga untuk mengakumulasi kekayaan alam, sumber-sumber ekonomi kepada kapitalis.

Pengamat Ekonomi Universitas Sriwijaya (Unsri), Yan Sulistio mengatakan banyak pasal di UU Ciptaker lebih berpihak kepada perusahaan. Beberapa pasal krusial dihilangkan dari undang-undang sebelumnya, termasuk bagaimana penetapan upah.

Di Undang-Undang Cipta Kerja menghilangkan klausal upah berdasarkan kebutuhan pekerja dan tingkat inflasi di kabupaten atau kota. Selain itu, kebijakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sekaligus pesangon sangat tidak memihak pekerja. (suarasumsel.id, 6/10/20).

Dalam kondisi kesulitan menghadapi pandemi Covid 19. Rakyat hidup dalam bayang-bayang ketidakpastian. Alih-alih membuat kebijakan yang menenangkan, pemerintah justru menambah beban kehidupan. Semestinya pemerintah fokus dalam mengatasi wabah. Membantu dan menjamin ketersediaan bahan pokok rakyat baik yang bersifat individu maupun publik. 

Rakyat menolak, akan tetapi UU Ciptaker tetap disahkan. Sudah hilangkan empati terhadap rakyat. Kepentingan siapa yang sebenarnya diperjuangkan? Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Made Leo Wiratma menduga sudah sedari awal UU Ciptaker pesanan dari sponsor. Karena kental dengan suasana politiknya. Tidak berpihak kepada rakyat.

Begitulah aturan yang dibuat manusia lebih memihak kepada siapa yang berkuasa. Alasan Omnibus Law diperlukan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dan beragam dalih lainnya, hanya isu klasik. Sejatinya yang diperjuangkan hanya hak-hak kapitalis, sedangkan hak-hak rakyat diabaikan.

Aturan Allah SWT Membawa Keberkahan

Hukum buatan manusia sarat kepentingan dan lebih mengedepankan asas manfaat. Kesejahteraan hanya milik para kapital, sedangkan rakyat hidup dalam kesengsaraan. Bertahan dalam Sistem Kapitalisme hanya melahirkan produk hukum cacat yang mudah direvisi. Diutak-atik mengikuti selera pembuatnya. Wajar jika aturannya lebih mewakili kepentingan kekuasaan dibanding kemaslahatan rakyat.

Umat semestinya menyadari bahwa hukum buatan manusia tak layak dipertahankan. Saatnya campakkan hukum buatan manusia. Tegakkan hukum Allah SWT yang memiliki keunggulan yakni aturannya bersifat tetap dan baku. Dalam pemerintahan Islam yang berlaku syariat Islam. Legislasi UU bersumber dari Al Qur'an dan As Sunah. 

Maka, tidak akan ditemui produk hukum yang disesuaikan dengan kepentingan. Kehidupan berjalan sesuai dengan apa-apa yang telah ditetapkan Al Khaliq Al Mudabbir. Hasilnya kemaslahatan umat diutamakan, sehingga keberkahan dirasakan oleh seluruh rakyat.

Wallahu a'lam bishshowab.


Oleh Sartinah
Pemerhati Masalah Publik

Manuver Cina untuk menguasai Laut Cina Selatan (LCS) kembali mengemuka. Untuk pertama kalinya Cina mengirim nota protes kepada pemerintah Indonesia. Cina menuntut Indonesia menyetop pengeboran minyak dan gas bumi (migas) serta latihan militer Garuda Shield di kawasan Laut Cina Selatan. Nota protes tersebut diberitakan oleh Rauters pada Rabu (1/12/2021), dengan tajuk "Eksklusif Cina memprotes pengeboran dan latihan militer Indonesia." 

Sontak saja pemberitaan tersebut memantik beragam respons dari tokoh di negeri ini. Menurut Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana, Cina melayangkan protes terkait aktivitas pengeboran lepas pantai di Natuna Utara karena tiga alasan. 

Pertama, Cina memiliki perspektif bahwa pengeboran minyak dan gas yang dilakukan di wilayah tersebut diklaim berdasarkan 'sembilan garis putus-putus' atau nine-dash line. Berdasarkan klaim nine-dash line, Cina mengakui Perairan Natuna sebagai bagian dari wilayahnya.

Kedua, sebagai prosedur standar agar Cina tidak dikesankan melepaskan klaimnya atas wilayah yang di dalamnya Indonesia melakukan pengeboran. Ketiga, protes dilakukan agar otoritas Cina di dalam negerinya terkesan akuntabel di mata para pemangku kepentingan. (kompas.com, 3/12/2021) 

Merespons protes Cina atas Perairan Natuna Utara, Indonesia menyatakan bahwa ujung selatan Laut Cina Selatan adalah zona eksklusifnya menurut Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Dengan payung hukum tersebut, Indonesia mempunyai kewenangan penuh untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di wilayah tersebut.

Sumber Konflik
Klaim sepihak atas kepemilikan sembilan puluh persen wilayah LCS telah memantik konflik dengan negara lain yang juga berbatasan langsung dengan LCS. Negara-negara tersebut yakni Brunei Darussalam, Thailand, Malaysia, Filipina, Taiwan, Kamboja, Singapura, Vietnam, dan Indonesia. Konflik perebutan kepemilikan LCS bukanlah hal baru. Fakta tersebut sudah terjadi sejak awal 1970-an. Lantas, seberapa pentingkah LCS, sehingga Cina berhasrat menguasai wilayah tersebut? 

LCS menjadi wilayah yang penting bagi Cina. Yakni untuk patroli strategis kapal selam rudal balistik nuklir Cina yang harus memasuki Samudera Pasifik barat. Hal ini untuk pencegahan nuklirnya terhadap AS. Selain itu, LCS berfungsi sebagai zona penjaga jika sewaktu-waktu AS menyerang Cina. Berikutnya, transportasi laut Cina membutuhkan jalur laut.

Laut Cina Selatan yang diperebutkan juga memiliki kandungan minyak sangat besar. Diperkirakan kandungan minyaknya sebesar 213 miliar barel. Demi menunjukkan eksistensi kekuatannya, kapal-kapal Cina terus menerobos Laut Natuna sebagai sinyal agar Indonesia menghentikan aktivitas eksplorasi dan eksploitasi di LCS. Mirisnya, Indonesia seperti tak mampu menjaga wilayah teritorialnya dari rongrongan Cina.

Terganjal Hubungan Diplomatik
Indonesia dan Cina memiliki hubungan diplomatik dalam banyak sektor. Ditambah lagi, Cina menjadi negara terbesar kedua penyumbang investasi setelah Singapura. Selain itu, negeri ini masih sangat bergantung pada utang Cina. Dengan fakta-fakta tersebut, sulit rasanya melawan kedigdayaan Cina di lautan. 

Indonesia jelas mengkhawatirkan konsekuensi yang diterima jika berkonflik dengan Cina. Bisa saja Cina memutuskan hubungan diplomatik dengan negeri ini. Jika hal itu terjadi maka negeri inilah yang akan dirugikan. Investasi dan utang Cina benar-benar menjadi jeratan yang merongrong kedaulatan negara. Jika kedaulatan hilang, negeri ini tidak lagi diperhitungkan di kancah internasional. 

Islam Menjaga Kedaulatan
Islam memiliki solusi fundamental dalam menjaga kedaulatan. Sebab, kedaulatan adalah harga diri sebuah bangsa yang harus dijaga dari rongrongan bangsa lain. Dalam ilmu fikih, penjagaan wilayah perbatasan disebut ar-ribath. Artinya, menempatkan pasukan tentara Islam lengkap dengan senjata dan peralatan perang lainnya di daerah yang rawan. 

Daerah rawan di antaranya, wilayah-wilayah perbatasan yang memungkinkan musuh menyelundup untuk menyerang kaum muslim dan negara. Dalam kacamata politik pertahanan Islam, menjaga perbatasan negeri hukumnya fardu kifayah. Sebagai tambahan, perbatasan antarnegeri muslim tidaklah dikatakan sebagai tanah ribath. Sehingga tidak ada batas yang harus dijaga.

Rasul saw. pun mengingatkan pentingnya menjaga perbatasan dalam sabdanya, "Ribath (menjaga perbatasan wilayah Islam dari serangan musuh-musuh Islam) sehari semalam lebih baik daripada puasa sunah dan salat sunah sebulan penuh, dan jika seorang murabith mati di tengah ia melakukan ribath, maka amal perbuatannya itu akan terus berpahala, dan ia diberikan rezekinya di surga kelak, serta tidak ditanya di dalam kubur (oleh malaikat munkar dan nakir)." (HR Muslim)

Menggunakan solusi Islam dalam menjaga perbatasan, niscaya tidak ada negara-negara kafir yang berani mengubrak-abrik kedaulatan negara. Menjaga perbatasan laut yang sangat luas amatlah sulit jika mengunakan solusi kapitalisme demokrasi. 
Wallahu 'alam bishshawab.

 


Sosok dan karakter ketegasan Dian Kamila, dalam kepemimpinan sebagai Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang (BWSS V Padang) selama ini cukup diapresiasi masyarakat dan tokoh intelektual.

Meski kodratnya seorang wanita, namun kepiawaianya tidak bisa dipandang sebelah mata dalam berkontribusi mensukseskan pembangunan di wilayah Provinsi Sumatera Barat.

Hal ini dibuktikannya dengan etos kerja yang tinggi dengan  mendisiplinkan seluruh jajaran BWSS V Padang agar dapat mewujudkan pembangunan, penataan dan pemeliharaan infrastruktur SDA (Sumber Daya Air),  yang berkwalitas dan bermutu.


Sebahagian orang yang biasanya bekerja seenaknya dan suka menjilat atasan, mungkin merasa tidak senang atas sikap disiplin yang diterapkan. Tetapi bagi mereka yang suka bekerja dan mempunyai potensi diri dan bertanggungjawab atas kinerjanya, malah merasa puas. Karena mereka bisa bebas mengekspresikan seluruh potensi ilmu yang didapat, untuk pembangunan.

Selain disiplin dan mempunyai  kepribadian  yang kuat. Dian Kamila juga tidak betah selalu duduk di belakang meja, Ia  selalu memonitoring yang intens menilai kinerja jajaranya.

Kita akui, sosok Dian Kamila menjadi energi positif dalam kepemimpinannya sebagai Kepala BWSS V Padang.

Karakter berpikiran terbuka dan tidak anti kritik ini sangat dibutuhkan oleh seorang pemimpin, karena tidak ada hal yang sempurna, namun membuka diri terhadap beragam ide, argumen, dan informasi merupakan sebuah upaya untuk mendekati sebuah kesempurnaan. Berpikiran terbuka merupakan kualitas positif individu, yang mampu berpikir kritis dan rasional.

Dan sebagai masyarakat Sumateta Barat, penulis berharap penganggaran dan pelaksanaan pembangunan di Sumatera Barat terus berjalan baik dan lancar, teruslah Bekerja Keras, Bergerak Cepat, dan Bertindak Tepat. N3

 


Oleh : Arianto, S.Sos

Mahasiswa Program Magister Ilmu Komunikasi

Universitas Andalas

Padang,araamandiri - Komunikasi sebagai ilmu multidisiplin  mempunyai peran penting bagi setiap aspek keilmuan, karena dengan komunikasi akan terbentuk hubungan antara makhluk sosial, baik individu maupun kelompok. Juga dikatakan bahwa komunikasi adalah ilmu yang berhubungan atau berkaitan dengan masalah hubungan, dengan kata lain komunikasi adalah ilmu bertukar pikiran atau pendapat antar sesama manusia.

Sering tampa disadari, dalam berinteraksi kepada individu, kelompok, dan organisasi adalah dasar dari komunikasi. Sebab, tampa komunikasi yang baik, interaksi tidak akan berjalan dengan lancar, kemungkinan perbedaan makna dan kesalahpahaman dalam masyarakat akan berdampak besar.

Komunikasi akan gampang mempengaruhi mengubah sikap seseorang menjadi baik ataupun buruk, mengambil keputusan, dan mengalami perubahan seiring permasalahan yang dialami manusia tersebut.

Mengenai itu semua banyak teori komunikasi yang membuktikan, karena penelitian tentang teori komunikasi sudah dilakukan dari beberapa abab yang lalu. Teori itu sendiri muncul dari abstraksi pengalaman seseorang dan disertai konsep, dan penjelasan dari berbagai aspek kehidupan lainnya. Teori-teori tersebut yang akan menjadi ilmu bagi manusia beriringan dengan perubahan peradaban manusia.

Komunikasi peradaban manusia akan dipengaruhi oleh teori-teori tentang diri dan pesan. Dalam teori ini akan membahas bagaimana seseorang melakukan interaksi dan menyampaikan pesan kepada orang lain. Teori komunikasi itu diantaranya: Teori Interaksi Simbolik, Coordinated Management of Meaning (CMM), Disonansi Kognitif, Expectancy Violations Theory (EVT).

Karakteristik teori interaksi simbolik adalah hubungan timbal balik yang terjadi antara manusia dengan masyarakat, begitu juga masyarakat itu sendiri dengan individu. Interaksi simbolik antar individu berkembang dengan sendirinya melalui simbol-simbol yang mereka ciptakan bersama-sama. Teori ini dibagi menjadi 2 macam, yang pertama secara verbal (gerak fisik, baju, status, dan body language) dan yang kedua, non-verbal (kata-kata suara).

Isyarat sebagai simbol dalam berinteraksi sesama manusia mampu menjadi objek untuk diri sendiri dan melihat tindakan yang dilakukannya, seperti orang melihat tindakannya dirinya sendiri. Simbol-simbol ciptaannya tersebut diambil dari gerak tubuh yang terjadi saat interaksi, dalam pandangan perspektif sosial simbol-simbol itu meliputi: suara atau vokal, gerakan simbolik, ekspresi tubuh atau gerak tubuh (Jhon Dewey, Charles, Hebert Mead dan Heber Blumer).

Yang kedua teori coordinated management of meaning, teori ini bukan hanya menguji kebenaran tunggal dari permasalahan saja tetapi mencari konsekuensi dari permasalahan terjadi. Teori ini memandang sebagai teori yang berguna untuk menstimulasi cara berkomunikasi yang dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang dalam percakapan sehari-hari. Teori CMM ini pada umumnya banyak digunakan dalam konteks mediasi, terapi keluarga, dan konflik budaya (Pearce dan Cronen) .

Teori ini dalam melakukan interaksi mempunyai aturan tersendiri, konstruktif melakukan interaksi dilakukan communicator untuk memahami kejadian dan pesan yang disampaikan oleh orang lain, penafsiran pesan dapat membantu penambahan makna pesan itu sendiri. Kedua Regulatif yang artinya bagaimana communicator memberikan reaksi terhadap pesan, dan bagaimana memberi respons dan tanggapan terhadap pesan yang diterimanya.

Ketiga, teori disonansi kognitif, teori ini mengartikan adanya ketidak sesuaian atau terjadi kesenjangan terhadap dua elemen kognitif manusia yang tidak konsisten, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan psikologis pada diri seseorang. Disonansi kognitif merupakan suatu tekanan psikologis seseorang yang mana saat seseorang memiliki dua atau lebih kognisi (sejumlah pengetahuan atau informasi) yang tidak konsisten atau tidak terkait satu sama lain (Vaugan & Hogg 2005)

Sehingga psikologis sosial membahas mengenai perasaan ketidaknyamanan seseorang terhadap sikap, pemikiran, perilaku yang saling bertentangan dan memotivasi seseorang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan itu.

Terakhir teori expectancy violations theory (evt) membahas tentang komunikasi interpersonal yang menafsirkan tentang bagaimana individu melakukan respons terhadap pelanggaran norma dan harapan sosial yang tidak terduga. Pelanggaran norma mengacu pada pelanggaran aturan sosial dalam komunitas tertentu saat adanya feedback berlangsung. Sedangkan pelanggaran harapan mengacu pada perilaku seorang communicator terhadap pengetahuan sebelumnya orang lain.

Itulah keempat teori yang menjelaskan teori-teori tentang diri dan pesan terhadap seseorang dalam melakukan interaksi antara individu, kelompok, dan organisasi dalam menjalin hubungan yang baik antar sesamanya.


Oleh : Novri Investigas

Dua tahun, terasa waktu yang pendek. Hanya dua tahun menjabat Kepala Satuan Kerja (Ka Satker) Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 2 Sumbar,  Elsa putra friandi, ST, M.Sc, M.Eng, harus melanjutkan pengabdian ke Sumatera Selatan. Sukses Andi di Sumatera Barat, mendapat kepercayaan untuk melanjutkan pengabdian ke Sumatera Selatan

Selayaknya, Sumatera Barat, merasa kehilangan sosok pekerja seperti Andi. Rang Chaniago ini, memberikan pengabdian yang tulus terhadap kampung halamannya. Dua tahun, ia membuktikan kinerja dan dapat menuntaskan pekerjaan dibawah banyaknya tantangan dan tekanan. Buktikan diri melalui kerja, Andi sukses mengatasinya semuanya

Cita citanya menjadikan Sumbar menuju jalan mantap nasional, mendekati kenyataan.  Namun, panjang ruas jalan nasional belum sebanding pengabdian di kampung halaman. Bagaimanapun juga waktu dua tahun sudah bisa membuktikan diri. Bekerja dengan hati, mengabdi untuk kampung halaman. Andi sosok Satker rendah hati, sudah membuktikan diri

Jalan ruas Muara Kalaban, Kiliran Jao. Kiliran Jao Batas Jambi dan Batas Riau momok menakutkan bagi Kepala Satuan Kerja (Ka Satker) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Padang. Tidak saja Satker dan PPK, rekanan yang mengerjakan juga jadi korban. Masalah terus menghantui pekerjaan dilokasi tersebut tiap tahu

Tangan dingin Andi dan komitmen yang kuat untuk membangun negeri, Andi perlahan mulai berubah paradigma tersebut. Langkah awal melakukan tindakan beresiko tinggi. Memutus kontrak dan memblaclist perusahaan yang dikenal kuat dan punya bekingan dipusat. Andi mempertaruhkan jabatan dan siap jadi korban atas keputusan yang dilakukan

Begitu juga lokasi di ruas jalan Kabupaten Solok- Kabupaten Solok Selatan dan Batas Jambi, juga punya permasalahan yang tinggi. Tambang yang merusak jalan nasional tak bisa dihentikan. Karena, banyak oknum yang bermain. Satker dan PPK serta rekanan juga jadi korban. Lagi, Andi membuktikan diri, iapun melakukan tindakan penuh perhitungan.

Tak perduli keputusan itu, meredupkan karirnya. Iapun memblacklist rekanan yang dianggap bekerja tak profesional. Demi cinta kampung halaman dan mncapai harapan Sumbar menuju jalan mantap nasional. Andi rela mempertaruhkan jabatan, meski banyak rintangan dan tantangan. Dua tahun, waktu yang pendek membuktikan diri, namun sudah melihatkan kerja nyata.

Sekarang, Andi mendapat kepercayaan untuk mengabdikan diri Sumatera Selatan. Suksesnya di Sumbar, akan memberikan tantangan baru di nagari Wong Kito Galo itu. Sebuah fomeo. Jika sukses di Sumbar, akan memudahkan diri mengabdikan di provinsi lain. Selamat bertugas ditempat baru Andi. Dua tahun di Sumbar, namamu sudah terukir dihati. Kinerja terbaikmu membangun jalan di Sumbar akan dikenang selalu.


Oleh : Tati Ristianti 
(Komunitas Ibu Peduli Generasi KIPG)

Akibat dari lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia masih belum terkendali, bahkan disebut-sebut sebagai episentrum Covid-19 global, pemerintah hanya memperpanjang masa PPKM dan tak ada lockdown. Tak hanya itu, pemerintah pun mengakui jika bantuan sosial Corona tidak mungkin ditanggung oleh negara sendirian, jika demikian mau tidak mau rakyat harus benar-benar mandiri untuk melakukan mini lockdown dan  memasok makanan bagi warganya yang isoman.

Seperti yang dilakukan warga Perumahan Gading Tutuka 1, Soreang Indah, dan Cingcin Permata Permai, di Desa Cingcin, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung. Di tiga kompleks perumahan Desa Cingcin tersebut, melakukan mini lockdown karena terdapat puluhan warga yang sedang melakukan isolasi mandiri, bahkan jika dirata-ratakan, dalam satu RT bisa ada 10 orang terkena Covid-19.

Penjaminan makanan bagi warga yang melakukan isolasi mandiri selama mini lockdown, itu diakui juga oleh Ketua RW 12, Desa Cingcin, Asep Furqon. Menurutnya, warga juga secara swadaya menggalang bantuan bagi warga lainnya yang sedang isolasi mandiri, hingga warga yang isoman akan mendapat pasokan makanan.(ayobandung.com,  16/7/2021).

Aksi yang sama juga dilakukan di wilayah lain oleh salah satu relawan kemanusiaan yaitu  Aksi Cepat Tanggap (ACT) bersama Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) Bandung,  mendistribusikan paket pangan untuk warga yang sedang isolasi mandiri, Sabtu (10/7/2021). Total 100 paket pangan diberikan kepada warga di Kelurahan Wates, Kecamatan Wates Kidul, Kabupaten Bandung. 

Dalam Operasi Pangan Gratis kali ini, paket pangan diletakkan di depan rumah warga yang sedang isolasi mandiri. Sehingga relawan yang mengantarkan tidak perlu berinteraksi dengan warga. Selain Operasi Pangan Gratis, ACT – MRI dan aparat setempat juga melakukan aksi penyemprotan disinfektan di wilayah tersebut. (kumparan.com).

Perbuatan saling tolong-menolong atau saling membantu, memang harus diwujudkan pada setiap individu. Dalam Islam ta'awun merupakan perbuatan yang tidak boleh dianggap remeh,  tidak boleh diabaikan itulah salah satu ajaran Islam. Jika ini hilang dari benak kaum muslim, itu berarti pemikiran mereka telah terpengaruh oleh pemikiran kapitalisme-sekuler yang menganggap bahwa harta sepenuhnya milik pribadi. 

Masyarakat sekuler, hanya memikirkan kehidupan mereka sendiri atau individualis, mereka tidak peduli kepada saudaranya yang membutuhkan pertolongan sekalipun. Maka dari itu benarlah saat ini strata sosial yang ada di masyarakat yaitu yang kaya makin kaya, dan yang miskin makin miskin. Karena begitulah konsep dari sistem kapitalis yang diemban hingga saat ini, masyarakat dibentuk menjadi masyarakat yang acuh, abai, bahkan hingga tidak mau membantu sesama atau saudaranya sendiri. 
Sejak awal pemerintah menghindari istilah lockdown, karena ada beban pemenuhan kebutuhan rakyat dengan istilah tersebut. Pemerintah tidak sanggup jika harus memberi subsidi seluruh kebutuhan rakyat selama lockdown, karena kondisi ekonomi saat ini tidak memungkinkan. 

Seharusnya apapun nama kebijakannya, harus penuhi kebutuhan dasar rakyat. Berlarutnya pandemi dan perpanjangan PPKM darurat jelas akan mengganggu pertumbuhan ekonomi meski ekonomi sudah dikorbankan Covid-19 masih tak dapat ditekan, inilah sistem kapitalis yang telah bobrok dari akarnya. Membangun negaranya di atas pijakan utang dan pajak.
Hanya dengan sistem Islam kafah, mau tidak mau harus segera kita ambil menggantikan sistem kapitalis yang telah menyengsarakan ini dengan sistem politik Islam. Negeri-negeri muslim akan lebih punya power mengatur kekayaan alam, yang mengatur kas negaranya hingga lebih powerfull memberi makan rakyatnya di tengah pandemi saat ini.
 
Islam, tidak seperti kapitalisme. Cara Islam memenuhi kebutuhan dasar rakyat negara Islam, adalah negara yang mandiri sumber pendapatan negara berasal dari pengelolaan kekayaan alam di seluruh wilayah kekuasaannya secara sungguh-sungguh dan amanah. Selain itu, juga bisa didapatkan dari hasil penaklukan wilayah di luar kekuasaannya baik melalui perang atau penaklukan damai.

Jadi masalah kesehatan ini adalah masalah utama negara yang menjadi prioritas utama. Pemimpin dalam sistem Islam akan senantiasa sungguh-sungguh menjalankan amanahnya dalam melindungi nyawa rakyatnya, apalagi pada masa pandemi ini. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda "Imam atau khalifah adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR Bukhari Muslim)
Wallahu a'lam bishshawab

 

 By: Dewi Sulastini

Kabupaten Bandung kembali masuk ke dalam zona resiko tinggi atau zona merah penularan COVID-19. Hal itu dikarenakan adanya lonjakan kasus positif COVID-19 dan tingginya angka Bed Occupancy Rate (BOR) atau keterisian tempat tidur selama satu pekan terakhir di Kabupaten Bandung.

Bupati Bandung Dadang Supriatna membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan, sudah melakukan rapat kordinasi mendadak bersama seluruh camat di Kabupaten Bandung membahas soal ini.

"Saya sudah curiga bahwa peningkatan penularan COVID itu sangat meningkat, sehingga pada hari Minggu itu, jujur saja, kami rapat kordinasi mendadak dengan para camat se-Kabupaten Bandung, menyampaikan beberapa kejadian, dari mulai Al Ihsan sampai setiap rumah sakit penuh," ujar Bupati Bandung Dadang Supriatna di Hotel Grand Sunshine, Kabupaten Bandung, Selasa (15/6/2021).

- Bupati Bandung Dadang Supriatna menyiapkan sejumlah stategi utama di tengah status zona merah Covid-19 Kabupaten Bandung. Strategi ini sesuai arahan dari pemerintah pusat, yakni dengan tetap menerapkan protokol kesehatan 5M, memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas.

“Sekarang di masa peningkatan penyebaran wabah Covid-19 ini, strateginya ditambah dengan memperkuat 3T yaitu dengan memperkuat tracing, treatment, dan testing,” sebut Bupati Bandung usai mengikuti Rapat Kerja Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi), Sabtu (19/6/2021).

Sementara itu di CICALENGKA –Berbagai upaya dilakukan setiap daerah untuk menekan penyebaran virus Covid-19.

Salah satunya Desa Cikuya, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung yang gencar lakukan penyemprotan kewilayahan.
Kepala Desa Cikuya, Dadang Suganda melalui Kepala Dusun (Kadus) Tiga sebagai Pelaksana Tugas Penyemprotan kewilayahan RW13 dan 12, Denny Darmansyah mengatakan, kegiatan dilakukan untuk meminimalisir penyebaran Covid-19.

“Hari ini kita lakukan kegiatan rutin, penyemprotan ke tiap RW. Hari ini di RW12 dan RW13,” kata Denny kepada Jabar Ekspres saat ditemui di RW12, Sabtu (19/6).
Semua fakta di atas menjadi pertanyaan bagi kita, apakah semua masalah yang terjadi di Indonesia karena adanya Pandemi? Padahal kenyataannya hal tersebut tidaklah sepenuhnya demikian. Sumber masalah Indonesia sekarang adalah karena kebijakan negara yang salah dan selalu membebek kepada negara-negara Barat yang kebijakan negaranya sarat dengan kepentingan korporasi (pengusaha red). Terbukti dengan kebijakan negara yang berubah-ubah karena selalu berupaya menyelamatkan masalah ekonomi.

Berharap keluar dari zona merah kepada pengusa kapitalis, dipastikan tidak akan pernah terwujud. Penyelesaian yang ogah-ogahan bahkan sdh tdk memiliki biaya untuk menyelesaikan covid. Dengan solusi Islam, wabah Covid-19 ini pasti terselesaikan sedari awal.

Lantas, apa solusi yang untuk masalah ini?. Islam sebagai agama yang memiliki aturan yang sempurna dan paripurna memiliki seperangkat aturan yang telah terbukti dapat menangani pandemi. Menurut Pakar Ekonomi Islam, Nida Saadah, ada beberapa poin terkait kebijakan islam dalam mengatasi pandemi.

Pertama,  prinsip dalam Islam menjadikan seluruh fokus permasalahan bukan pada bidang, tapi pada manusia itu sendiri. Sehingga seluruh kebijakan yang diambil oleh penguasa adalah bagaimana agar seluruh permasalahan manusia selesai.

Kedua,  Rasulullah Saw. ajarkan adalah hanya mengisolasi daerah yang terkena wabah. Sementara penduduk diluar wabah beraktivitas seperti biasa.

“Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar rumah.” (HR Muslim)

Ketiga, negara harus hadir dalam memenuhi seluruh kebutuhan individu masyarakat Indonesia. Parameter terpenuhinya kebutuhan masyarakat bukanlah dilihat dari angka, tetapi pada kondisi riil individu per individu.

Keempat, dalam Islam kesehatan adalah kebutuhan pokok umat yang harus dijamin oleh negara. Sehingga keberadaan rumah Sakit sepenuhnya di bawah kendali negara. Tentunya hal demikian akan menghantarkan pada pengobatan yang berkualitas dan juga gratis hingga sembuh. (Muslimah News, 19/09/2020)

Keseluruhan aspek di atas adalah subsistem yang berjalan jika hanya sistem yang menghubungkannya satu haluan, yaitu sama-sama berdasarkan syariat Islam dan menerapkan sistem Khilafah. Artinya Islam mengharuskan penerapan hukum syariah harus saling terintegrasi antara satu hukum dengan hukum yang lain dan ini memerlukan peran negara yaitu Khilafah.[]

 Oleh : Nurfia

Kinerja kejaksaan agung dalam membongkar praktik korupsi kian mengkhawatirkan. Pasalnya Penanganan perkara yang melibatkan anggotanya sendiri seakan berjalan ditempat. Alih-alih segera menuntaskan dan menjadi agenda prioritas. Nyatanya Kejaksaan Agung malah terlihat kompak bahu membahu mengamankan jaksa tersebut dari jerat hukum. Begitu pun dengan Pimpinan KPK juga malah sibuk untuk menyinkirkan para Pegawainya Melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).  

Dilansir dari Kompas.com Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memotong hukuman Jaksa Pinangki atas kasus penerimaan suap, permufakatan jahat, dan pencucian uang dari 10 tahun menjadi empat tahun penjara.
Adapun pemotongan hukuman tersebut diputuskan majelis hakim dengan mempertimbangkan beberapa hal. Salah satunya karena sang jaksa dianggap sudah mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya, serta merupakan seorang wanita yang harus mendapat perhatian, perlindungan, dan perlakuan secara adil.

Sejumlah pihak angkat bicara terkait vonis Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung) tersebut  yang di sunat dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara. Salah satunya dari Akademisi fakultas hukum Universitas Andalas Feri Amsari.  Seharusnya hukuman yang dijatuhkan kepada jaksa pinangki dalam putusan tingkat banding lebih berat karena status dia sebagai aparat penegak hukum, kata Feri,  Ada keganjalan dari putusan hakim yang tidak memperberat hukuman, melainkan malah meringankan dengan mempertimbangkan status perempuan. Itu merupakan alasan yang mengada-ngada, lanjut dia, hakim banding seharusnya melihat kasus tersebut bukan kasus biasa ketika menjatuhkan vonis banding.

Pemotongan vonis akan menjadi preseden buruk bagi pemberantasan tindak pidana korupsi kedepan. Terlebih tindakan korupsi tersebut itu dilakukan oleh seorang aparat penegak hukum. Kondisi ini  sangat berbahaya bagi penegakan hukum kasus korupsi di Indonesia. Artinya majelis hakim tidak memiliki rasa krisis terhadap situasi penyimpangan yang dilakukan penegak hukum. 

*Adil Buah Demokrasi*

Kasus jaksa pinangki benar-benar telah mencederai rasa keadilan masyarakat dan menunjukan makin kuatnya mafia peradilan di Indonesia. Semakin membuktikan bahwa keadilan dalam sistem demokrasi mustahi diharapkan.

Keadilan di negeri ini tidak akan pernah terwujud ketika sistem belum berubah. Kasus Korupsi yang semakin menggurita seakan dibiarkan saja. Walaupun kita bisa menyaksikan persidangan di media dari para narapidana ternama, kita tidak akan pernah melihat aset nasional yang dicuri di ambil kembali, kita juga tidak akan pernah melihat mereka diadili atau dihukum sepantasnya karena telah menjual martabat dan kehormatan rakyat. Hukum yang menjadi pijakan saat ini tumpul keatas ketika dihadapkan dengan para penjabat Negara. 

Dalam hukum Demokrasi saat ini sering kali mengucap kata “adil”.  Dengan anggapan  keputuskan yang ditetapkan adalah pilihan terbaik untuk rakyat, dan juga menyatakan segala kebijakan itu telah berlandaskan pada keadilan.

Padahal kenyataanya, ucapan adil hanya buaian saja. Dalam aktivitasnya, keadilan cenderung dinilai secara subjektif. Bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa keadilan dalam  demokrasi di serahkan pada pandangan otak. Adil sebatas penilaian manusia semata. Walhasil unsur-unsur humanisme dapat masuk dalam kebijakan. Tidak dapat dipungkiri pula penilaian hanya didasarkan pada asas manfaat. Sehingga dalam melaksanakan keadilan pun akan dicari manfaatnya.

Pada Hakikatnya Peradilan dalam sistem Kapitalisme Demokrasi tidak lepas dari filosofi hukum yang dianutnya. Filosofi sistem hukum Demokrasi  ini bersumber pada teori “iltizam”. Teori yang menjadi pijakan hampir semua Negara Eropa. Dari teori ini, kemudian lahir hukum acara pidana, hukum Acara Perdata, dan hukum lainnya.

*Adil dalam Pandangan Islam*

Ini berbeda dengan Islam. Islam tidak mengenal teori  iltizam. Hukum Islam yang diterapkan  di tengah masyarakat juga satu. Keputusan pengadilan di dalam Islam juga bersifat mengikat, tidak bisa dibatalkan oleh siapapun, karena itu Islam tidak mengenal peradilan banding, PK, dan sebagainya. Jika islam mengenal tiga bentuk peradilan, sesungguhnya hanya  pembagian tugas dan fungsi. Karena hukum yang diterapkan hanya satu.

Jika hanya mengandalkan konsep keadilan menurut manusia, kita tak akan mendapatkan apa-apa. Jangankan pahala, ketenangan dalam bernegara pun tak akan didapatkan. Maka, satu-satunya tempat yang dapat dijadikan acuan berperilaku adil hanyalah zat Yang Mahaadil, yaitu Allah SWT. Sebab hukum Allah SWT adalah hukum yang paling baik tidak ada yang lebih baik dari hukum-Nya :
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ࣖ
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?

Keadilan dalam memutuskan perkara, apapun bentuknya dan siapapun yang terlibat, akan terwujud saat  Syariah Islam di terapkan. Islam mensyariatkan untuk mewujudkan keadilan secara umum di tengah-tengah masyarakat. Secara lebih khusus Islam pun mensyariatkan agar keadilan di wujudkan dalam dunia peradilan dan pengadilan suatu perkara. Islam memberikan panduan yang jika dipenuhi dalam penyelesaian suatu perkara, maka vonis yang lebih dekat pada keadilan hakiki akan bisa di wujudkan. Sebab syariah Islam yang dijadikan dasar untuk memutuskan perkara berasal dari Allah SWT.
Wallah alam bi ash-shawab

By ; Nur Fitriyah Asri

Ketidakadilan kembali dipertontonkan secara telanjang. Sungguh memantik emosi rakyat Indonesia. Mereka kecewa, marah, dan geram. Peradilan yang dinilai amburadul, bisa dipermainkan dan diperjualbelikan. Banyak ketimpangan dan perekayasaan, sehingga tidak bisa diterima akal sehat. Hal ini bisa ditilik dari vonis Pinangki, seorang jaksa penerima suap yang mendapat diskon masa tahanan. Sementara vonis HRS diperberat diduga ada pesanan. Benarkah di balik itu ada mafia peradilan? Mungkinkah ada persekongkolan di antara penegak hukum dengan pencari keadilan?

Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi sorotan publik setelah menyunat hukuman jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara pada (8/2/2021). Jaksa Pinangki terbukti bersalah
menjadi makelar kasus korupsi menerima suap USD 500.000 (setara Rp7,3 miliar dengan kurs Rp14.633) dari Djoko Tjandra dan pencucian uang total 375.229 dollar AS (setara 5,25 miliar), serta pemufakatan jahat. (detiknews.com, 20/6/2021)

Sebelumnya, Djoko Tjandra terbukti bersalah dalam kasus alih piutang Bank Bali dengan kerugian negara sebesar 546 miliar. Belum dijatuhkan vonis, Djoko Tjandra berhasil kabur menjadi buron atas bantuan para penegak hukum, yakni Mantan Kepala Biro Korwas Penyidik PNS Bareskrim Polri, Brigjen Pol Prasetijo Utomo. Menariknya lagi, buronan Djoko Tjandra bisa keluar masuk Indonesia dengan leluasa kala itu, berkat penghapusan status red notice di Interpol serta sejumlah surat yang dikeluarkan oknum petinggi Polri. 

Selanjutnya, mantan Kasubag Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan, Pinangki Sirna Malasari, menjadi tersangka kasus suap dari Djoko Tjondro untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) agar bisa bebas pidana. Penegak hukum yang melanggar hukum seharusnya dihukum seberat-beratnya atau hukuman mati, agar menimbulkan efek jera. Bukannya malah diberikan potongan pidana.

Penyunat vonis Pinangki 10 tahun menjadi 4 tahun dilakukan oleh lima hakim tinggi yakni Muhammad Yusuf, Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Reny Halida Ilham Malik. Alasannya, karena Pinangki menyesali perbuatannya dan memiliki anak balita yang membutuhkan pengasuhannya. Sungguh, alasan yang tidak masuk akal. Bagaimana dengan napi perempuan lainnya yang juga mempunyai balita, akankah diberikan potongan pidana? 

Pastinya ada yang diharapkan oleh kelima hakim tersebut, tidak ada makan siang gratis. Hal ini bisa saja terjadi, jika menilik rekam jejak para hakim tersebut tercatat kerap menyunat hukuman para terdakwa korupsi. Di antaranya pembobol Jiwasraya. Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Asuransi Jiwasraya, Syahmirwan, yang dihukum seumur hidup, disunat menjadi 18 tahun penjara. Hal yang sama berlaku pada mantan Direktur Keuangan Hary Prasetyo, dari penjara seumur hidup menjadi 20 tahun penjara, dan masih banyak lagi yang lainnya. Termasuk kasus penyunatan vonis Pinangki. (detikcom, 20/6/2021)

Tampak jelas sekali, bahwa fenomena kasus Pinangki merupakan representasi peradilan di negara ini, yang dengan mudahnya hukum diperjualbelikan. Pelaku utama mafia peradilan justru aparat penegak hukum itu sendiri. Ironis memang, banyaknya aparat penegak hukum yang terseret kasus penyuapan mulai dari polisi, jaksa, hingga hakim. Hal tersebut menjadi bukti adanya praktek mafia peradilan di Indonesia. Sudah terjawab, inilah penyebab kasus korupsi terus menggila.

Membandingkan dengan Vonis HRS

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, pada Kamis, (24 Juni 2021) menjatuhkan vonis 4 tahun penjara kepada HRS dalam kasus swab test RS Ummi Bogor, karena menyebabkan berita bohong dan menimbulkan keonaran. Akibatnya, dianggap melanggar pasal 14 ayat 1 UU No 1 Tahun 1946. Wajar, jika keputusan hakim yang dinilai tidak adil menimbulkan kontroversi dan menuai kritik di kalangan publik.

Kritikan datang dari Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun, "Secara pribadi tidak terima atas putusan hakim lantaran hukuman terhadap HRS sangat tidak masuk akal. Apalagi jangka waktu hukumannya 4 tahun sama dengan Jaksa Pinanti dalam kasus suap miliaran. Sedangkan HRS hanya ngomong soal kesehatannya sendiri, dianggap menyebarkan berita bohong yang menerbitkan keonaran. Padahal HRS ngomong sehat, sehari sebelum hasil test swab PCR keluar. Faktanya kondisi HRS setelah itu tidak drop alias tetap sehat. Begitu juga keonaran yang disangkakan jaksa, antara lain berdasarkan adanya kegaduhan netizen di medsos, ini alasan yang dicari-cari.

Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKS, Mardani Ali Sera ikut angkat suara. Lewat akun twitternya, beliau membandingkan vonis Pinangki dengan HRS. "Luar biasa, sama dengan vonis jaksa Pinangki. Terlihat aneh dan beda perlakuan," katanya. (Fin.co.id, 24/6/2021) 

Adapun Dosen Universitas Al Azhar dan pengamat politik Ujang Komarudin, menilai vonis 4 tahun untuk HRS sangat kental nuansa politiknya. Ada skenario dari pihak-pihak tertentu yang tidak menginginkan HRS menjadi aktor penentu dalam pentas politik nasional di Pilpres 2024. Bukan rahasia lagi, polanya sudah terbaca publik. Ada pihak yang diuntungkan yakni elite-elite dan oligarki yang selama ini mencengkeram negara ini. (WE Online, Jakarta, 25/6/2021)

Bukan rahasia umum, khalayak pun tahu bahwa jargon HRS adalah "Revolusi Akhlak." Inilah yang membuat penguasa, kroni-kroninya, dan pemilik modal asing dan aseng meradang. Mereka ketakutan akan kehilangan kekuasaan dan kepentingannya, sehingga segala cara dilakukan. Antara lain dengan mengandangkan HRS.

Melihat fakta ketidakadilan, wajar jika massa juga bergolak. Vonis Pinangki disunat berujung muncul petisi mendesak kasasi, hukuman berat, jika perlu hukuman mati bagi koruptor, dan dilakukan pemiskinan. Demikian di antara tuntutan penandatangan petisi yang diprakarsai oleh Indonesia  Corruption Watch (ICW). 

Begitu juga sidang HRS dibanjiri oleh simpatisannya menjawab tantangan jaksa yang dinilai arogan. Di samping itu, mengawal persidangan karena ada mosi tidak percaya. Sangkaan jaksa yang diada-adakan, penuh rekayasa dan tercium ada aroma intervensi rezim.

Alhasil, kedua kasus  Pinangki dan HRS membuktikan betapa peradilan di negara ini karut-marut, diwarnai adanya mafia peradilan dan pesanan (intervensi). Di samping itu, penegak hukum dipakai alat untuk menggebuk pihak-pihak yang berseberangan dengan rezim.

Menurut pengacara HRS, Aziz Yanuar, beliau mengatakan dalam analisanya, bahwa terdapat dugaan ada intervensi dari rezim. Hal ini tampak ketika hakim membacakan vonis HRS yang belum dijawab menerima putusan atau menolak, hakim sudah mengarahkan grasi untuk minta pengampunan ke presiden. Sungguh tidak etis, kecuali HRS menerima putusan berarti mengakui bersalah.

Lucunya lagi, kasus HRS masalah 'prokes'. Apa urusannya Pengadilan Tingkat I bicara grasi soal prokes? Jikalau HRS salah, grasinya ke Menteri Kesehatan bukan ke presiden. Kecuali, ada unsur kejahatan negara dan kejahatan pada presiden. Kelihatan sekali jika tidak logis. Dengan demikian, ketidaklogisan itu sebagai bukti pembenaran dugaan publik selama ini, bahwa hakim membawa pesan atau intervensi dari rezim .

Itulah bukti kebobrokan sistem demokrasi. Hal ini, diperkuat 
sebagaimana perkataan Menkopolhukam Mahfud MD.
Beliau menjelaskan bahwa kegiatan negara hukum hanya dua, yakni membuat hukum dan melaksanakannya. Permasalahannya, baik pembuatan dan pelaksanaannya masih kacau-balau. Ada hukum yang diperjualbelikan, pasal-pasalnya dibuat karena pesanan. Di sisi lain, pembuatan hukum tumpang tindih antara satu peraturan dan yang lainnya. Sementara di level pelaksanaannya masih jauh dari keadilan. 
"Rasa keadilan sering ditabrak oleh formalitas hukum atau oleh otoritas yang berwenang menerbitkan aturan, akibatnya timbul ketidakadilan,"
katanya saat membuka acara Merawat Semangat Hidup Bernegara yang dilaksanakan Gerakan Suluh Kebangsaan di Hotel Aryaduta (Tempo.co, 19/12/2019)

Itulah wajah buruk peradilan di Indonesia yang tidak akan bisa memberikan keadilan, ketenteraman, dan keamanan pada rakyatnya. Sistem rusak dan merusak, disebabkan negara berasaskan sekularisme yang memisahkan agama  dari kehidupan. Agama tidak boleh mengatur urusan publik, baik urusan bermasyarakat maupun bernegara. Dalam sistem demokrasi kedaulatan berada di tangan rakyat. Artinya yang membuat hukum adalah rakyat yang diwakilkan pada anggota dewan legislatif (DPR). Dimana aturannya bersumber dari akalnya yang terbatas dan nafsunya, bukan berpijak pada haram dan halal. Wajar, jika peradilan di Indonesia tergantung dan dipengaruhi oleh siapa yang kuat dan yang berkuasa. Seperti pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD. Sungguh mengerikan dan memprihatinkan.

Di sinilah, letak pertentangannya  demokrasi kapitalis sekuler dengan Islam. Dalam Al-Qur'an Allah telah berfirman,"

إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ

"Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah." (QS. al-An'am [6]: 57)
Pasti hukumnya adil dan menyejahterakan.
Allaahu a'lam bishshawaab.

Author Name

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.